.post-body img { width: 500px!important; height: auto!important; }

05 Agustus 2011

yang ku tau tentang dimensi benda

Hari kelima puasa nih, alhamduliLlah udah terlewati dengan baik. Today, I’ve upgraded my phone’s firmware, rooted it, and installed skype in it. Hwehehe, that means now I can use voip phone call. *terharu*

Hari ini ku pengen nulis tentang dimensi benda. Tau kan dimensi benda? Itu loh, panjang, lebar, ato tinggi. Kalo punya semua sisi itu (panjang lebar, tinggi), berarti memiliki 3 dimensi. Kalo cuman punya 2 (misalnya lebar ama tinggi doang), berarti punya 2 dimensi. Nah, pernah ga mikir apa yang mempengaruhi dimensi? Apa yang membuat dimensi bisa berubah menjadi tingkat selanjutnya (misal: dari 2 dimensi ke 3 dimensi)? Jawabannya gampang; jarak. Gampang kok ngebuktiinnya, kita ambil saja contohnya sebuah pipa. Kalo kita liat dari jauuuh banget, pipa pasti cuman keliatan kayak titik. Ini mewakili 1 dimensi. Semakin kita berjalan mendekat, bentuk pipa akan semakin jelas, dan pipa tersebut akan memiliki panjang dan tinggi. Hal ini mewakili 2 dimensi. Setelah itu cobalah berjalan lebih dekat, sampai akhirnya kita tau bahwa selain memiliki panjang dan tinggi, pipa tersebut ternyata juga memiliki lebar. Akhirnya kita bisa melihat bentuk pipa secara 3 dimensi.

Lalu bagaimana dengan dimensi keempat? Dimesi keempat pasti ada, bahkan mungkin aja ada dimensi kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya. Tapi sayangnya, mata telanjang manusia cuman bisa ngeliat sampe dimensi ketiga, soalnya kan mata manusia ga bisa ngeliat apa-apa kalo terlalu dekat. Eh, tapi ada juga yang berpendapat beda tentang dimensi keempat ini. Ada yang nganggap dimensi keempat ini adalah WAKTU, kayak yang diperlihatkan dalam manga Eyeshield 21. Yang lain nganggap dimensi keempat ini adalah perasaan fisik, kayak yang ada di bioskop-bioskop 4 dimensi. Yah, mumpung dimensi keempat belum pasti, silahkan pilih yang anda suka J

Btw, ku tau tentang ini dari manga QED, walo ku ga ingat volume berapa. Ha, who says comic books make us stupid?

31 Juli 2011

which is better, truth or lie?

Udah lama juga rasanya ga nulis blog, ehehe, it’s been a while… yah, bukannya ga ada ide sih, tapi akunya aja yang emang pemalas. Well, now let’s get to the main topic, shall we?

Oke, yang akan kita bicarain di sini adalah tentang Truth (kebenaran) dan Lie (kebohongan). Ku jadi kepikiran ini gara-gara nonton How I Met Your Mother ama Supernatural. Pertama dari How I Met Your Mother, pas Barney Stinson bilang “People like being lied to. They just don't like finding out they've been lied to.”, ato kalo diartiin ke Bahasa Indonesia jadi “orang-orang tuh suka kok kalo dibohongin. Mereka cuman ga suka kalo mereka tau bahwa mereka udah dibohongin.”

Waktu pertama kali ku dengar itu, ku kira itu cuman lawakan yang ada dalam series ini, sampai akhirnya pas ku nonton salah satu episode Supernatural yang judulnya ‘You Can’t Handle The Truth’, entah kenapa kata-kata Barney malah jadi masuk akal. Soalnya di episode Supernatural itu, ceritanya tentang orang-orang yang mati bunuh diri gara-gara mendengar kata-kata jujur dari orang yang ada di sekitarnya. Contohnya gini, seorang cwe bunuh diri gara-gara denger sahabat yang ngaku kalo dia udah selingkuh ama cwonya.’

Nah, dari situ lah ku jadi ngerasa omongan Barney jadi masuk akal, cuz kalo ternyata kebenaran itu menyakitkan, manusia akan lebih memilih mempercayai kebohongan yang tidak menyakitkan. Iya kan? Iya dong. So which is better, truth or lie?